Senin, 07 Oktober 2013

LINGKUNGAN DI RSUD CIBINONG


TUGAS INDIVIDU KESEHATAN LINGKUNGAN
“POLUSI UDARA, PENCEMARAN AIR, LIMBAH PADAT DAN KEBISINGAN DI LINGKUNGAN RSUD CIBINONG”




NAMA:
·       SUSI FEBRINA


GURU PEMBIMBING:
Ibu SyARIFAH, SKM


SMK KESEHATAN LOGOS
Jl. Raya Bojonggede No.53 Pabuaran Bogor
Telp/Fax : 021 – 87986655
1.     Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisikkimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suarapanasradiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokalregional, maupun global.
a.      Jenis-jenis bahan pencemaran udara
§  CFC
b.      Dampak kesehatan
Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat pencemar diserap olehsistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISNA (infeksi saluran napas atas), termasuk di antaranya, asmabronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik. Memperkirakan dampak pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan kematian prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan ISNA pada tahun 1998 senilai dengan 1,8 trilyun rupiah dan akan meningkat menjadi 4,3 trilyun rupiah di tahun 2015.
·         Namun hal nya di RSUD Cibinong polusi udara disebabkan akibat kendaraan dari parkiran mobil di samping ruang ICU. Yang terkadang membuat terganggunya pencemaran adalah asap-asap dari kendaraan tersebut. Apalagi ketika truk-truk besar pengangkut barang-barang untuk keperluan Rumah Sakit datang, dapat mengerluarkan asap yang pekat.

2. Pencemaran air
 Polusi air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsure atau komponen lainnya ke dalam air, sehingga kualitas air terganggu yang ditandai dengan perubahan warna, bau dan rasa. Beberapa contoh polutan antara lain: Fosfat yang berasal dari penggunaan pupuk buatan dan detergen, Poliklorin Bifenil (PCB) senyawa ini berasal dari pemanfaatan bahan- bahan pelumas dan plastic, Minyak dan Hidrokarbon dapat berasal dari kebocoran pada roda dan kapal pengangkut minyak, logam- logam berat berasal dari industri bahan kimia dan bensin, Limbah Pertanian berasal dari kotoran hewana dan tempat penyimpanan makanan ternak, Kotoran Manusia berasal dari saluran pembuangan tinja manusia. (Djambur, 1993)
·         Di RSuD Cibinong polusi air sebenarnya ada , tetapi cara pengolahan limbah air dari kegiatan sehari-hari mampu ditangani dengan baik. Pencemaran air di RSUD Cibinong dihasilkan dari limbah medis, seperti: darah, urin, feses, cairan medis, limbah radioaktif dan lain sebagainya.
Ada beberapa tipe polutan yang dapat merusak perairan yaitu; bahan- bahan yang mengandung bibit penyakit, bahan- bahan yang banyak membutuhakan oksigen untuk penguraiannya, bahan- bhan kimia organic dari industri atau limbah pupuk pertanian, bahan- bahan yang tidak sediment, bahan- bahan yang mengandung radioaktif dan panas.
3. Limbah padat
Tingkat pelayanan persampahan di Jawa Barat secara umum masih sangat rendah dimana cakupan pelayanan persampahan hingga akhir tahun 2007 sebesar 53% dan sekitar 90% pengolahan sampah di TPA masih dilakukan secara open dumping. Selain itu kondisi sarana angkutan persampahan masih belum memadai. Selama kurun waktu 2003-2007, telah dilakukan upaya untuk pembangunan TPA dan penyediaan sarana dan prasarana pendukungnya, namun upaya-upaya untuk mengurangi volume sampah dan mengolah sampah menjadi kompos belum mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, kedepan pembangunan TPA serta sarana dan prasarana pendukungnya perlu pula ditunjang dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengurangan timbunan sampah.
·         Di RSUD Cibinong sampah medis maupun non medis dipisahkan berdasarkan karakteristik dan cara pengolahan limbahnya. Open dumping di gunakan untuk mengurangi limbah dengan cara penimbunan dengan sistem terbuka.
Semua daerah harus segera bersiap-siap menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sistem terbuka (open dumping) pada 2013 sesuai amanat undang-undang persampahan. Tidak ada alternatif lain kecuali meningkatkan pengelolaan sistemnya.
Pilihan terbaik adalah membangun TPA sanitary landfill. Namun jika pemerintah daerah tidak mampu membangun TPA sanitary landfill, sistem controlled landfill bisa menjadi pilihan. Hanya saja, sistem ini bersifat sementara sampai sistem sanitary landfill bisa diwujudkan.
Di mana perbedaan sistem-sistem tersebut? Pada sistem terbuka (open dumping), sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Tak heran bila sistem ini dinilai sangat mengganggu lingkungan.
Sistem controlled landfill merupakan peningkatan dari open dumping. Untuk  mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan, sampah ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah.
Di Indonesia, metode controlled landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk bisa melaksanakan metode ini, diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, di antaranya :
  • Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.
  • Saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya.
  • Pos pengendalian operasional.
  • Fasilitas pengendalian gas metan
  • Alat berat
Sedangkan sistem sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari.
sanitatary_landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional. Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari. Namun, untuk menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal.
Di Indonesia, metode sanitary landfilled dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan metropolitan. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, sama seperti fasilitas dalam sistem controlled landfill. Tentu dengan kebutuhan jumlah dan spesifikasi yang berbeda. 
4. KEBISINGAN

Kebisingan yang seharusnya tidak terjadi khususnya di rumah sakit kini menjadi hal yang umum adanya. Peraturan Mentri Kesehatan No. 986/1992 menunjukkan bahwa 78 dB merupakan nilai ambang batas yang diperbolehkan di rumah sakit. Namun, hasil penelitian oleh Sukar dan kawan-kawan pada tahun 2003 yang dilakukan di rumah sakit di Jakarta secara cross sectional mendapati bahwa tingkat kebisingan di rumah sakit untuk lokasi terpapar >80 dB sedangkan lokasi tidak terpapar >55 dB. Sukar meneliti tentang resiko tingkat kebisingan yang terjadi terhadap tingkat ketulian para pekerja di rumah sakit pada frekuensi 6000 Hz dan 8000 Hz yang termasuk dalam tingkat frekuensi yang tinggi.
Populasi:
1.      pekerja bagian boiler dan laundry (Iokasi terpapar)
2.      pekerja bagian umum / bagian administrasi dan  keperawatan (Iokasi tidak terpapar).
Inklusi sampel:
1.       karyawan yang berumur antara 20-56 tahun
2.       masa kerja minimum 5 tahun.
Eksklusi sampel:
1.      Tidak termasuk kelompok karyawan sedang mendapatkan obat malaria dan TBC
2.      Tidak bertempat tinggal di sekitar lapangan terbang atau lalu lintas KA
3.      orang tua karyawan tidak menderita tuli total
4.      tidak sedang mendapatkan terapi vitamin A dan E
5.      secara klinis tidak menderita anemia/kurang darah
6.      tidak stress
7.      tidak menderita diabetes mellitus
8.       tidak hipertensi
9.      kadar kholesterol tidak tinggi
Secara keseluruhan jumlah sampel lokasi terpapar (lokasi dimana karyawan terpapar kebisingan > 78 dB) dan tidak terpapar (lokasi di mana karyawan dalam bekerja hanya terpapar oleh suara peralatan atau mesin dengan tingkat kebisingan <78 dB) adalah 42 karyawan.

Variabel bebas:
1.      Tingkat kebisingan
Data didapat dengan pengukuran langsung tingkat kebisingan menggunakan  precision sound level meter
2.      Lama terpapar
Data didapat dengan wawancara terhadap responden
3.      Umur
Data didapat dengan wawancara terhadap responden
Variabel terikat:
1.      Tingkat ketulian pada frekuensi 6000 Hz
2.      Tingkat ketulian pada frekuensi 8000 Hz
Data tingkat ketulian dengan audiometri (pemeriksaan untuk emnentukan jenis dan derajad ketulian). Alat yang digunakan untuk mengukur ketajaman pendenganran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda disebut audiometer.

Tingkat ketulian seseorang (ISO,1974) diklasifikasi sebagai berikut:
1.       Telinga yang masih mendengar suara an tara : -10-26 dB dinyatakan normal
2.       Tidak mampu mendengar tingkat suara antara -10-26 dB, namun mampu mendengar  tingkat suara antara 27-40 dB dinyatakan tuli ringan
3.      An tara 41-55 dB dinyatakan tuli sedang
4.      Antara 56-70 dB dinyatakan tuli sedang-berat
5.      Antara 71-90 dB dinyatakan tuli berat
6.      dan ≥ 90 dB dinyatakan tuli total
Dikatakan  normal jika sesuai dengan klasifikasi nomor 1 dan dikatakan tuli jika termasuk dalam klasifikasi nomor 2-6.

Klasifikasi
Lokasi
Terpapar
Tidak terpapar
(dB)
n
%
n
%
6000 Hz




-10-26 (normal)
4
19,0
4
19,0
27-40 (tuli ringan)
11
52,4
11
52,4
41-55 (tuli sedang)
3
14,2
3
14,2
56-70 (tuli sedang-berat)
1
4,8
1
4,8
71-90 (tuli berat)
1
4,8
1
4,8
>90 (tuli total)
1
4,8
1
4,8
Jumlah
21
100
21
100





8000 Hz




-10-26 (normal)
4
19,0
12
57,1
27-40 (tuli ringan)
7
33,3
5
23,9
41-55 (tuli sedang)
6
28,6
3
14,2
56-70 (tuli sedang-berat)
2
9,5
-
-
71-90 (tuli berat)
1
4,8
1
4,8
>90 (tuli total)
1
4,8
-
-
Jumlah
21
100
21
100
Tabel 1. Klasifikasi hasil pengukuran ketulian berdasarkan frekluensi

Variabel
Tuli
Normal
Ketulian (%)
Lokasi



Terpapar
16
5
76,2
Tidak terpapar
7
14
33,3




Lama Terpapar



≥ 10 tahun



    Terpapar
10
4
47,6
    Tidak terpapar
9
7
42,9
< 10 tahun



    Terpapar
3
1
14,3
    Tidak terpapar
2
3
9,5




Umur



≥ 40 tahun



    Terpapar
10
5
47,6
    Tidak terpapar
6
14
28,6
< 40 tahun



    Terpapar
5
4
23,8
    Tidak terpapar
3
3
14,3
Tabel 2. Hasil pengukuran ketulian pada frekuensi 6000 Hz dengan variabel lokasi, lama terpapar dan umur.

Variabel
Tuli
Normal
Ketulian (%)
Lokasi



Terpapar
16
5
76,2
Tidak terpapar
14
7
66,7




Lama Terpapar



≥ 10 tahun



    Terpapar
11
6
52,4
    Tidak terpapar
8
8
38,1
< 10 tahun



    Terpapar
3
1
14,3
    Tidak terpapar
2
3
9,5




Umur



≥ 40 tahun



    Terpapar
9
3
42,8
    Tidak terpapar
7
6
33,3
< 40 tahun



    Terpapar
6
3
28,6
    Tidak terpapar
3
5
14,3
Tabel 3. Hasil pengukuran ketulian pada frekuensi 8000 Hz dengan variabel lokasi, lama terpapar dan umur.

Sumber: Sukar,dkk.2003.Jurnal Ekologi Kesehatan: Dampak Kebisingan Frekuensi 6000 dan 8000 Hz Terhadap Ketulian Kary Awan K-3.

·        Kebisingan di RDUD Cibinong disebabkan oleh suara dari mesin penggerak radiator dan ketukan palu karena adanya pembangunan untuk gedung baru. Yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari di Rumah Sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar