TUGAS INDIVIDU KESEHATAN LINGKUNGAN
“POLUSI UDARA, PENCEMARAN AIR, LIMBAH PADAT DAN KEBISINGAN DI LINGKUNGAN
RSUD CIBINONG”
NAMA:
·
SUSI FEBRINA
GURU PEMBIMBING:
Ibu SyARIFAH, SKM
SMK KESEHATAN LOGOS
Jl. Raya Bojonggede No.53 Pabuaran Bogor
Telp/Fax : 021 – 87986655
1.
Pencemaran Udara
Pencemaran
udara adalah
kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam
jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat
ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi
gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap
sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara
dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
a. Jenis-jenis
bahan pencemaran udara
b. Dampak kesehatan
Substansi pencemar
yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernapasan. Jauhnya
penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar.
Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas,
sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari
paru-paru, zat pencemar diserap olehsistem peredaran darah dan menyebar ke
seluruh tubuh.
Dampak kesehatan yang
paling umum dijumpai adalah ISNA (infeksi saluran napas atas), termasuk di
antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan
pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik.
Memperkirakan dampak pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan kematian
prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan ISNA pada
tahun 1998 senilai dengan 1,8 trilyun rupiah dan akan meningkat menjadi 4,3
trilyun rupiah di tahun 2015.
·
Namun hal nya di RSUD Cibinong polusi udara disebabkan
akibat kendaraan dari parkiran mobil di samping ruang ICU. Yang terkadang
membuat terganggunya pencemaran adalah asap-asap dari kendaraan tersebut.
Apalagi ketika truk-truk besar pengangkut barang-barang untuk keperluan Rumah
Sakit datang, dapat mengerluarkan asap yang pekat.
2. Pencemaran air
Polusi air adalah peristiwa masuknya zat,
energi, unsure atau komponen lainnya ke dalam air, sehingga kualitas air
terganggu yang ditandai dengan perubahan warna, bau dan rasa. Beberapa contoh
polutan antara lain: Fosfat yang berasal dari penggunaan pupuk buatan dan
detergen, Poliklorin Bifenil (PCB) senyawa ini berasal dari pemanfaatan bahan-
bahan pelumas dan plastic, Minyak dan Hidrokarbon dapat berasal dari kebocoran
pada roda dan kapal pengangkut minyak, logam- logam berat berasal dari industri
bahan kimia dan bensin, Limbah Pertanian berasal dari kotoran hewana dan tempat
penyimpanan makanan ternak, Kotoran Manusia berasal dari saluran pembuangan
tinja manusia. (Djambur, 1993)
·
Di RSuD Cibinong polusi air sebenarnya ada , tetapi
cara pengolahan limbah air dari kegiatan sehari-hari mampu ditangani dengan
baik. Pencemaran air di RSUD Cibinong dihasilkan dari limbah medis, seperti:
darah, urin, feses, cairan medis, limbah radioaktif dan lain sebagainya.
Ada beberapa tipe
polutan yang dapat merusak perairan yaitu; bahan- bahan yang mengandung bibit
penyakit, bahan- bahan yang banyak membutuhakan oksigen untuk penguraiannya,
bahan- bhan kimia organic dari industri atau limbah pupuk pertanian, bahan-
bahan yang tidak sediment, bahan- bahan yang mengandung radioaktif dan panas.
3. Limbah padat
Tingkat pelayanan persampahan di Jawa Barat
secara umum masih sangat rendah dimana cakupan pelayanan persampahan hingga
akhir tahun 2007 sebesar 53% dan sekitar 90% pengolahan sampah di TPA masih
dilakukan secara open dumping. Selain
itu kondisi sarana angkutan persampahan masih belum memadai. Selama kurun waktu
2003-2007, telah dilakukan upaya untuk pembangunan TPA dan penyediaan sarana
dan prasarana pendukungnya, namun upaya-upaya untuk mengurangi volume sampah
dan mengolah sampah menjadi kompos belum mendapatkan perhatian khusus. Oleh
karena itu, kedepan pembangunan TPA serta sarana dan prasarana pendukungnya
perlu pula ditunjang dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengurangan timbunan sampah.
·
Di RSUD Cibinong
sampah medis maupun non medis dipisahkan berdasarkan karakteristik dan cara
pengolahan limbahnya. Open dumping di gunakan untuk mengurangi limbah dengan
cara penimbunan dengan sistem terbuka.
Semua daerah harus
segera bersiap-siap menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sistem terbuka (open
dumping) pada 2013 sesuai amanat undang-undang persampahan. Tidak ada
alternatif lain kecuali meningkatkan pengelolaan sistemnya.
Pilihan terbaik adalah membangun TPA sanitary
landfill. Namun jika pemerintah daerah tidak mampu membangun TPA sanitary
landfill, sistem controlled landfill bisa menjadi pilihan.
Hanya saja, sistem ini bersifat sementara sampai sistem sanitary
landfill bisa diwujudkan.
Di mana perbedaan sistem-sistem tersebut? Pada sistem
terbuka (open dumping), sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat
pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Tak
heran bila sistem ini dinilai sangat mengganggu lingkungan.
Sistem controlled landfill merupakan
peningkatan dari open dumping. Untuk mengurangi potensi
gangguan lingkungan yang ditimbulkan, sampah ditimbun dengan lapisan tanah
setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan
pemadatan sampah.
Di Indonesia, metode controlled landfill dianjurkan
untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk bisa melaksanakan metode ini,
diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, di antaranya :
- Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.
- Saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya.
- Pos pengendalian operasional.
- Fasilitas pengendalian gas metan
- Alat berat
Sedangkan sistem sanitary landfill merupakan
sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara
sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan dan
penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga
dilakukan setiap hari.
Metode ini merupakan
metode standar yang dipakai secara internasional. Untuk meminimalkan potensi
gangguan timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari. Namun, untuk
menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal.
Di Indonesia, metode sanitary landfilled dianjurkan
untuk diterapkan di kota besar dan metropolitan. Untuk dapat melaksanakan
metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, sama seperti fasilitas
dalam sistem controlled landfill. Tentu dengan kebutuhan
jumlah dan spesifikasi yang berbeda.
4.
KEBISINGAN
Kebisingan yang seharusnya tidak terjadi
khususnya di rumah sakit kini menjadi hal yang umum adanya. Peraturan Mentri
Kesehatan No. 986/1992 menunjukkan bahwa 78 dB merupakan nilai ambang batas
yang diperbolehkan di rumah sakit. Namun, hasil penelitian oleh Sukar dan
kawan-kawan pada tahun 2003 yang dilakukan di rumah sakit di Jakarta secara
cross sectional mendapati bahwa tingkat kebisingan di rumah sakit untuk lokasi
terpapar >80 dB sedangkan lokasi tidak terpapar >55 dB. Sukar meneliti
tentang resiko tingkat kebisingan yang terjadi terhadap tingkat ketulian para
pekerja di rumah sakit pada frekuensi 6000 Hz dan 8000 Hz yang termasuk dalam
tingkat frekuensi yang tinggi.
Populasi:
1.
pekerja bagian boiler dan laundry
(Iokasi terpapar)
2.
pekerja bagian umum / bagian administrasi
dan keperawatan (Iokasi tidak terpapar).
Inklusi
sampel:
1.
karyawan yang berumur antara 20-56 tahun
2.
masa kerja minimum 5 tahun.
Eksklusi
sampel:
1.
Tidak termasuk kelompok karyawan
sedang mendapatkan obat malaria dan TBC
2.
Tidak bertempat tinggal di sekitar
lapangan terbang atau lalu lintas KA
3.
orang tua karyawan tidak menderita
tuli total
4.
tidak sedang mendapatkan terapi
vitamin A dan E
5.
secara klinis tidak menderita
anemia/kurang darah
6.
tidak stress
7.
tidak menderita diabetes mellitus
8.
tidak hipertensi
9.
kadar kholesterol tidak tinggi
Secara
keseluruhan jumlah sampel lokasi terpapar (lokasi dimana karyawan terpapar
kebisingan > 78 dB) dan tidak terpapar (lokasi di mana karyawan dalam
bekerja hanya terpapar oleh suara peralatan atau mesin dengan tingkat kebisingan
<78 dB) adalah 42 karyawan.
Variabel
bebas:
1.
Tingkat kebisingan
Data didapat dengan pengukuran
langsung tingkat kebisingan menggunakan precision sound level meter
2.
Lama terpapar
Data didapat dengan wawancara terhadap
responden
3.
Umur
Data didapat dengan wawancara terhadap responden
Variabel
terikat:
1.
Tingkat ketulian pada frekuensi 6000
Hz
2.
Tingkat ketulian pada frekuensi 8000
Hz
Data tingkat
ketulian dengan audiometri (pemeriksaan untuk emnentukan jenis dan derajad
ketulian). Alat yang digunakan untuk mengukur ketajaman pendenganran setiap
telinga pada deret frekuensi yang berbeda disebut audiometer.
Tingkat
ketulian seseorang (ISO,1974) diklasifikasi sebagai berikut:
1. Telinga yang masih mendengar suara an tara :
-10-26 dB dinyatakan normal
2. Tidak mampu mendengar tingkat suara antara
-10-26 dB, namun mampu mendengar tingkat
suara antara 27-40 dB dinyatakan tuli ringan
3. An
tara 41-55 dB dinyatakan tuli sedang
4. Antara
56-70 dB dinyatakan tuli sedang-berat
5. Antara
71-90 dB dinyatakan tuli berat
6. dan
≥ 90 dB dinyatakan tuli total
Dikatakan normal jika sesuai dengan klasifikasi nomor 1
dan dikatakan tuli jika termasuk dalam klasifikasi nomor 2-6.
Klasifikasi
|
Lokasi
|
|||
Terpapar
|
Tidak terpapar
|
|||
(dB)
|
n
|
%
|
n
|
%
|
6000 Hz
|
|
|
|
|
-10-26
(normal)
|
4
|
19,0
|
4
|
19,0
|
27-40
(tuli ringan)
|
11
|
52,4
|
11
|
52,4
|
41-55
(tuli sedang)
|
3
|
14,2
|
3
|
14,2
|
56-70
(tuli sedang-berat)
|
1
|
4,8
|
1
|
4,8
|
71-90
(tuli berat)
|
1
|
4,8
|
1
|
4,8
|
>90
(tuli total)
|
1
|
4,8
|
1
|
4,8
|
Jumlah
|
21
|
100
|
21
|
100
|
|
|
|
|
|
8000 Hz
|
|
|
|
|
-10-26
(normal)
|
4
|
19,0
|
12
|
57,1
|
27-40
(tuli ringan)
|
7
|
33,3
|
5
|
23,9
|
41-55
(tuli sedang)
|
6
|
28,6
|
3
|
14,2
|
56-70
(tuli sedang-berat)
|
2
|
9,5
|
-
|
-
|
71-90
(tuli berat)
|
1
|
4,8
|
1
|
4,8
|
>90
(tuli total)
|
1
|
4,8
|
-
|
-
|
Jumlah
|
21
|
100
|
21
|
100
|
Tabel 1. Klasifikasi hasil pengukuran ketulian berdasarkan
frekluensi
Variabel
|
Tuli
|
Normal
|
Ketulian
(%)
|
Lokasi
|
|
|
|
Terpapar
|
16
|
5
|
76,2
|
Tidak
terpapar
|
7
|
14
|
33,3
|
|
|
|
|
Lama Terpapar
|
|
|
|
≥
10 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
10
|
4
|
47,6
|
Tidak terpapar
|
9
|
7
|
42,9
|
<
10 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
3
|
1
|
14,3
|
Tidak terpapar
|
2
|
3
|
9,5
|
|
|
|
|
Umur
|
|
|
|
≥
40 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
10
|
5
|
47,6
|
Tidak terpapar
|
6
|
14
|
28,6
|
<
40 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
5
|
4
|
23,8
|
Tidak terpapar
|
3
|
3
|
14,3
|
Tabel 2. Hasil pengukuran ketulian pada frekuensi 6000
Hz dengan variabel lokasi, lama terpapar dan umur.
Variabel
|
Tuli
|
Normal
|
Ketulian
(%)
|
Lokasi
|
|
|
|
Terpapar
|
16
|
5
|
76,2
|
Tidak
terpapar
|
14
|
7
|
66,7
|
|
|
|
|
Lama Terpapar
|
|
|
|
≥
10 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
11
|
6
|
52,4
|
Tidak terpapar
|
8
|
8
|
38,1
|
<
10 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
3
|
1
|
14,3
|
Tidak terpapar
|
2
|
3
|
9,5
|
|
|
|
|
Umur
|
|
|
|
≥
40 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
9
|
3
|
42,8
|
Tidak terpapar
|
7
|
6
|
33,3
|
<
40 tahun
|
|
|
|
Terpapar
|
6
|
3
|
28,6
|
Tidak terpapar
|
3
|
5
|
14,3
|
Tabel 3. Hasil
pengukuran ketulian pada frekuensi 8000 Hz dengan variabel lokasi, lama
terpapar dan umur.
Sumber: Sukar,dkk.2003.Jurnal
Ekologi Kesehatan: Dampak Kebisingan Frekuensi 6000 dan
8000 Hz Terhadap Ketulian Kary Awan K-3.
·
Kebisingan di
RDUD Cibinong disebabkan oleh suara dari mesin penggerak radiator dan ketukan
palu karena adanya pembangunan untuk gedung baru. Yang menyebabkan terganggunya
aktivitas sehari-hari di Rumah Sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar